Senin, 20 Oktober 2008

Islam Sebagai Pilihan Hidup

Overview

Banyak orang yang memilih Islam karena merasa lebih rasional dan lebih cocok dengan hati nuraninya, tetapi tidak sedikit pula yang memilih Islam karena terpaksa, tidak ada pilihan lain, “ikut-ikutan” pada pilihan orang tua yang sudah masuk Islam lebih dulu. Walaupun mengikuti tradisi – asal tradisi yang baik – juga baik, namun karena Allah sudah memberikan potensi akal dan nurani kepada manusia, maka akan lebih baik jika potensi tersebut disyukuri dengan cara memaksimalkan penggunaannya sesuai keinginan Sang Maha Pemberi dan Pengatur, yakni Allah SWT.

Pada bab ini akan dipaparkan mengapa Islam harus dijadikan sebagai pilihan hidup. Namun untuk lebih menyegarkan kembali pemahaman kita tentang Islam, maka akan sedikit dibahas tentang makna Islam.

Secara bahasa, Islam berasal dari kata silmun atau salamun yang berarti selamat (as-salam), damai dan tentram (al-shulhu wa al-aman), berserah diri (al-istislam), tunduk (al-khudlu/al-idzan), patuh (al-tha’ah). Jadi, Islam berarti keselamatan dan kedamaian karena berserah diri hanya kepada Allah SWT. Sedangkan Islam menurut istilah adalah Din atau agama yang bersumber dari Allah dibawa melalui para Rosul-Nya, sejak nabi pertama (Nabi Adam) hingga nabi terakhir (Nabi Muhammad) untuk kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat

Namun karena agama-agama samawi (langit) sudah dirubah oleh manusia sehingga tidak orisinil lagi, maka istilah “Islam” hanya ditujukan kepada apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, yakni sesuatu yang diturunkan Allah SWT didalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih berupa aturan yang berisi perintah, larangan dan petunjuk untuk kemaslahatan manusia di dunia maupun di akhirat kelak (lihat : Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, Kitab Masalah Lima, hlm. 278).

Bagi orang yang beriman dan berakal (berilmu), tentu ada alasan kenapa Allah sampai menegaskan : “Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam” (Q.S Ali Imran (3) : 19). Diantara alasan kenapa Islam satu-satunya yang dianggap sebagai “din” (agama yang benar) di sisi Allah sehingga pantas dijadikan sebagai pilihan hidup adalah sebagai berikut :
  1. Islam adalah ajaran rabbaniyah (ketuhanan)
  2. Islam adalah ajaran insaniayah (kemanusiaan)

Rabbaniyah

Islam yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulillah SAW dirancang oleh Allah untuk mengatur hidup manusia demi terciptanya kemaslahatan hidup mereka di dunia maupun di akhirat. Tetapi mustahil hal ini dapat dicapai tanpa memperbaiki hubungan dengan Allah SWT karena akhirnya seluruh manusia akan kembali dan menuju kepada-Nya. Allah berfirman : “Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhan-mu, maka pasti kami akan menemui-Nya” (Q.S Al-Insyiqaq (84) : 6).

Untuk menuju kepada Allah SWT maka manhaj (metode) yang digunakan haruslah manhaj Rabbani (metode ketuhanan) yang murni bersumber dari Allah yang dirisalahkan kepada Rasul-Nya yang terakhir yakni Nabi Muhammad SAW. Murni yang dimaksud di sini adalah ajaran Islam selamat dari penyimpangan dan percampur adukan dengan spekulasi-spekulasi pemikiran manusia, yakni murni sumbernya, murni aqidah-nya (theologi), dan murni syariat-nya (hukum-hukumnya). Allah sendiri menjamin kemurnian sumber ajarannya, seperti yang tertuang dalam firman-Nya : “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Dziki( yakni Al-Qur’an) dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya” (Q.S Al Hijr (15) : 19).

Hanya Al-Qur’an satu-satunya Kitab Suci dari Allah yang masih terpelihara dari perubahan akibat “ulah jahil” manusia. Kesucian Al-Qur’an dapat terjaga karena memang ada jaminan penjagaan dari Allah. Siapapun - termasuk Nabi sekalipun - tidak mempunyai wewenang dan kemampuan membuat Al-Qur’an. Allah SWT mengancam Nabi jika berani memalsukan Al-Qur’an, seperti dalam firman-Nya :”Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam Seandainya dia (Muhammad) mengada-adakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya”(Q.S Al-Haqqah (69) : 43-46).


Insaniyah

Jika kita merenungkan ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an, memikirkan tema-temanya dan fokus perhatiannya, maka kita akan berkesimpulan bahwa Al-Qur’an itu memang diturunkan sebagai pedoman hidup untuk manusia. Itulah sebabnya penyebutan manusia di dalam Al-Qur’an disebut berulang kali dengan berbagai istilah seperti : al-Insan sebanyak 63 kali, al-Nas sebanyak 240 kali, Bani Adam sebanyak 6 kali dan basyar sebanyak 25 kali. Dalam ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun saja (Q.S Al-‘Alaq (96) : 1-5) kata al-Insan disebut 2 kali.

Selain itu, sosok nabi yang dikirimkan Allah sebagai teladan dan pemberi kabar untuk umat manusia dari kalangan manusia juga. Perjalanan hidupnya (biografinya) tercatat dalam sejarah umat manusia, yang menunjukan keberadaannya tak terbantahkan oleh sejarah. Dalam banyak kesempatan, Al-Qur’an selalu memperkuat unsur kemanusiaan Nabi Muhammad SAW, seperti firman Allah SWT : “Katakanlah : “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku : “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa …” (Q.S Al Kahfi (18) : 110).

Karena Nabi Muhammad SAW juga manusia biasa, maka pantaslah beliau menjadi teladan bagi semua manusia (Q.S Al Ahzab (33) : 21).

Hal yang lain adalah rangkaian ibadah mahdhah (ibadah yang tata aturannya sudah ditetapkan sedemikian rupa) yang seakan-akan hanya berhubungan langsung dengan Tuhan, ternyata selalu dikaitkan dengan perhatian terhadap aspek kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan. Hal ini bisa kita lihat pada kewajiban shalat yang dikaitkan dengan pencegahan terhadap perbuatan keji dan munkar (lihat Q.S Al-Ankabut (29) : 45), atau kecelakaan bagi orang yang shalat tetapi hanya sekedar formalitas belaka dan enggan memberikan bantuan (lihat Q.S A Ma’un (107) : 4-7). Demikian pula kewajiban menunaikan zakat/shadaqah yang disamping bertujuan untuk penyucian jiwa dan harta juga sekaligus untuk menggembirakan orang lain dengan membebaskan /meringankan penderitaan orang lain dari himpitan kefakiran. Ibadah puasa dan haji pun disamping berdimensi ketuhanan (rabbaniyah) juga sekaligus berdimensi kemanusiaan (insaniyah).

Ini menunjukan bahwa Islam yang bersumberkan dari Al-Qur’an dan as-Sunnah benar-benar ditujukan untuk manusia sehingga ajarannya pun disesuaikan dengan fitrah (kodrat dasar) dan kemampuan manusia. Karena Allah Maha Pencipta dan Maha Mengetahui detail keadaan ciptaan-Nya, sehingga din al-Islam sebagai syariat/aturan Allah untuk manusia disesuaikan dengan keadaan hamba-Nya, seperti dalam firman Allah : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (Q.S Al Baqarah (2) : 286).

Islam mengakui adanya nafsu sex yang dimiliki manusia tetapi bukan untuk dikekang seperti para romo/pastur dan biksu yang tidak menikah, seperti firman Allah SWT : “….dan mereka mengada-adakan rahbaniyah (tidak menikah)” (Q.S Al Hadid (57) : 27) dan bukan pula untuk diumbar secara bebas seperti kaum hedonis. Tetapi nafsu haruslah dikuasai agar bisa dikendalikan dan disalurkan di tempat yang dibenarkan syar’i (ketentuan islam), dan bukan sebaliknya, nafsulah yang mengendalikan kita.

Sebagai agama fitrah, Islam pun menyadari bahwa sebagian manusia menyenangi pada perhiasan dan membolehkan untuk dimanfaatkan selama proporsional dan tidak berlebihan dalam timbangan agama (lihat Q.S Al-A’raf (7) : 31-32).

Hak Asasi Manusia (HAM)

Sebelum dunia mengenal adanya Hak Asasi Manusia, 14 abad yang silam, Islam datang dengan mendeklarasikan bahwa manusia mempunyai hak yang harus dijaga, sebagaimana dia mengemban kewajiban yang harus dilaksanakan (lihat juga inti Piagam Madinah). Diantara hak tersebut antara lain :

  • Hak hidup manusia

Islam memandang hidup sebagai karunia dari Allah SWT dimana tidak ada seorang pun yang boleh merampasnya. Seorang tuan tidak boleh merampas hak hidup budaknya, pemerintah tidak boleh merampas hak hidup rakyatnya, dan orang tua tidak boleh merampas hak hidup anaknya. Oleh karenanya, Allah melarang membunuh anak wanita karena malu (lihat Q.S At-Takwir (81) : 8-9) dan membunuh anak karena takut miskin (Q.S Al Isra’ (17) : 31)

Dalam hak hidup, Islam tidak membedakan antara orang yang merdeka atau budak, bahkan sampai pada janin yang masih ada dalam kandungan mempunyai hak untuk dihormati, tidak boleh digugurkan, meskipun ia dari hasil hubungan perbuatan yang haram. Dalam rangka menjaga kelangsungan hidup umat manusia, Islam mensyariatkan hukum qishash bagi orang yang membunuh secara sengaja, tanpa alasan dan prosedur yang benar. Firman Allah : “Dan dalam qishash itu ada jaminan (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa” (Q.S Al Baqarah (2) : 179).

Disini Islam lebih memilih mengorbankan seseorang yang memang bersalah (karena membunuh) agar orang banyak bisa merasa lebih aman karena terlindungi hak hidupnya dan agar mereka bisa mengambil pelajaran supaya tidak gampang merampas hak hidup orang lain.

Penghormatan terhadap hak hidup setiap insan lebih dipertegas lagi oleh Allah dengan firman-Nya : “… barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya” Q.S Al-Maidah (5) : 32).

  • Hak meyakini sebuah agama dan melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang diyakininya

Meskipun Islam diyakini sebagai satu-satunya din yang paling benar dan diridhai oleh Allah SWT, namun dalam menyampaikan Islam tidak boleh dengan pemaksaan, seperti firman Allah SWT : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)…”(Q.S Al-Baqarah (2) : 256). Oleh karenanya, keyakinan pada suatu agama dan pelaksanaan ritual keagamaannya kembali harus berjalan sendiri-sendiri tanpa ada tekanan dari pihak manapun, seperti firman Allah : “Bagimu agamamu, bagiku agamaku” (Q.S Al-Kafirun (109) : 6). Bahkan jika umat Islam mayoritas dan berkuasa di suatu wilayah maka mereka diwajibkan memberikan perlindungan kepada pelaksanaan ibadah agama lain. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT : “…Dan sekiranya Allah tidak mencegah sebagian manusia kepada sebagian lainnya, maka runtuhlah biara-biara, gereja-gereja, sinagong-sinagong dan tempat peribadatan lainnya yang di dalamnya banyak disebutkan nama Allah…” (Q.S Al-Hajj (22) : 40).

Hal inilah yang kemudian mengilhami munculnya Piagam Madinah yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW bersama para sahabatnya yang berisi deklarasi Hak Asasi Manusia (HAM). Inti Piagam Madinah tersebut adalah bahwa masing-masing merdeka mengerjakan agamanya dan tidak boleh saling mengganggu, dan wajib saling menjaga dan membantu keamanan antara mereka.

  • Hak kemuliaan dan penjagaan kehormatan

Islam mengharamkan menginjak-injak kehormatan manusia sebagaimana mengharamkan darah dan harta bendanya. Kata Nabi SAW :”Sesungguhnya Allah telah mengharamkan kepada kalian, darah, kehormatan dan harta kalian” (HR. Bukhari Muslim).
Untuk itu, manusia tidak boleh disakiti baik secara fisik maupun non fisik, misalnya dengan mempermalukan/merendahkan harga dirinya, mengumpat, mencela, memberikan gelar yang jelek, ghibah (menggunjing/gosip) dan semacamnya (Q.S Al-Hujurat (49) : 11-12).

  • Hak hidup berkecukupan
Di dalam ajaran Islam, jika ada orang yang pendapatannya tidak memadai, maka kerabat-kerabatnyalah yang berkecukupan yang paling berkewajiban membantunya. Allah berfirman : “Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitab Allah” (Q.S Al-Anfal (7) : 75).

Jika tidak ada kerabat yang berkecukupan, maka harus diambilkan dari zakat kaum muslimin yang lain, sampai tercukupinya kebutuhan hidupnya. Kata sahabat Umar r.a : “Jika Anda memberi, maka cukupkanlah”


Syumul

Islam itu universal (syumul) yang meliputi semua zaman, kehidupan dan eksistensi manusia.

Islam adalah risalah semua zaman. Islam adalah risalah yang dibawa para nabi sejak Nabi Adam a.s sampai nabi terakhir yakni Nabi Muhammad SAW, yang misinya adalah menyerukan kepada tauhidullah (menyembah/mengabdi kepada Allah) dan menjauhi thagut. Allah SWT berfirman : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut itu” (Q.S An-Nahl (13) : 36).

Demikian juga firman Allah : “Dan Kami tidak mengutus rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya : “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku” (Q.S Al-Anbiya (21) :25).

Pernyataan para Nabi bahwa mereka semua muslim bisa dilihat antara lain dalam Q.S Yunus (10) : 72, Q.S Al-Baqarah (2) : 128 dan 132, Q.S Yusuf (12) : 101, Q.S Al-A’raf (7) : 126, Q.S An-Naml (16) : 31, Q.S Ali Imran (3) : 52, dan lain sebagainya.

Islam adalah risalah bagi seluruh alam semesta (rahmatan lil ‘alamin). Firman Allah SWT : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. Katakanlah : “Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah : “Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa, maka tidakkah kamu berserah diri (kepada-Nya)” (Q.S Al-Anbiya (21) : 107-108).

Demikian juga firman Allah SWT : “Katakanlah : “Hai manusia sesungguhnya aku (Muhammad) adalah utusan Allah kepadamu semua” (Q.S Al-A’raf (7) : 128).

“Dan kami tidak mengutus kamu (Muhammad, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan …” (Q.S Saba’ (34) : 28). Bahkan dalam Q.S Al-Furqan (25) : 1 dan Q.S Shad (38) : 87 dikatakan bahwa Al-Qur’an sebagai peringatan bagi seluruh alam semesta.

Islam adalah agama dalam seluruh fase dan sektor kehidupan. Islam mengatur seluruh fase kehidupan manusia dari semenjak sebelum dia belum lahir, masa bayi, kanak-kanak, remaja, tua, bahkan sampai setelah dia meninggal dunia. Tidak ada jenjang kehidupan yang berlalu begitu saja, kecuali Islam mempunyai bimbingan, arahan dan ketentuan di dalamnya. Demikian pula Islam merupakan risalah bagi manusia pada seluruh sektor kehidupan dan segala aktifitas kemanusiaannya, baik yang bersifat material ataupun spiritual, individu ataupun sosial, dan gagasan ataupun operasional. Islam menolak pemisahan kehidupan menjadi dua bagian (dikotomi). Konsep dikotomi ini awalnya berasal dari tokoh-tokoh Nasrani yang menyandarkan statemennya kepada Injil mereka, “Berikanlah apa yang menjadi hak milik kaisar kepada kaisar, dan berikanlah apa yang menjadi hak milik Allah kepada Allah”. Penolakan Islam terhadap pemisahan ini didasarkan pada argumentasi bahwa Islam menjadikan seluruh alam semesta beserta isinya adalah mutlak milik Allah SWT. Allah SWT berfirman : “Ingatlah, sesungguhnya kepunyaan Allah semua yang ada di langit dan semua yang ada di bumi …” (Q.S Yunus (10) : 66). Dan juga : “…padahal kepada-Nya lah berserah diri segala apa yang ada dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan” (Q.S Ali Imran (3) : 83).

Oleh karenanya, Islam tidak memisahkan persoalan politik, negara, ekonomi dengan sistem akhlak Islam.

Oleh karena Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, diturunkan untuk seluruh manusia dalam rentang waktu dan tempat (lihat Q.S Al-Anbiya (21) : 107, maka Islam secara otomatis mencakup segala aspek/bidang kehidupan, kapan pun dan di manapun. Tidak ada aspek kehidupan yang dilupakan dalam Islam. Firman Allah : “…Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab…” (Q.S Al-An’am (6) : 38).

Di sini akan dijelaskan secara singkat tentang universalitas aspek ajaran Islam :
  • Syumuliyah (universalitas) Aqidah Islam
1. Aqidah (Islamic theology) Islam bersifat universal karena mampu menjelaskan secara tuntas dan utuh terhadap seluruh masalah besar dalam persoalan kehidupan manusia, seperti masalah uluhiyah (ketuhanan), alam semesta, manusia, nubuwwah (kenabian) dan tempat kembali (akhirat).
2. Aqidah Islam bersifat universal karena tidak pernah membagi manusia di antara dua tuhan, yakni : Tuhan kebaikan dan cahaya, dengan Tuhan kejahatan dan kegelapan seperti dalam agama Majusi. Atau tidak membagi manusia diantara Allah dan setan yang dalam Injil dikenal dengan istilah “Pemimpin Alam” dan “Tuhan Kehidupan” dimana setan mempunyai kerajaan dunia sedang Allah mempunyai kerajaan langit. Dalam Islam, setan tidak mempunyai kuasa terhadap manusia kecuali kekuatan menggoda, merayu dan menyeru kepada kejahatan dan kesesatan. Pengakuan syaitan sebagaimana digambarkan Allah SWT dalam Al-Qur’an : “Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku.” (Q.S Ibrahim (14) : 22). “Sesungguhnya syaitan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersatukannya dengan Allah.” (Q.S An-Nahl (16) : 99-100).
3. Aqidah Islam bersifat universal karena ia tidak hanya disandarkan pada instink atau perasaan semata sebagaimana filsafat-filsafat ketimuran dan aliran-aliran thasawuf (Islamic mysticism) atau pada rasio akal (akal pikiran) semata sebagaimana filsafat-filsafat kemanusiaan yang menjadikan akal pikiran sebagai satu-satunya media untuk mengenal Allah atau media untuk memecahkan berbagai persoalan kehidupan, tetapi aqidah Islam disandarkan pada akal dan hati nurani secara bersamaan.
4. Aqidah Islam bersifat universal karena merupakan aqidah yang utuh, tidak mengenal pemilahan-pemilahan. Seseorang baru dikatakan seorang mu’min (orang yang beriman) bila ia mengimani Allah dan segala aspek yang datang dari-Nya. Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan : “Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) diantara yang demikian (iman atau kafir). Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” (Q.S An-Nisa’ (4) : 150-151). Dan : “…Apakah kamu beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat…” (Q.S Al Baqarah (2) : 85).

  • Syumuliyah (universalitas) Syari’at Islam

Syari’at Islam mencakup tata aturan bagi individu, keluarga, sosial kemasyarakatan, negara dan hubungan internasional.

Ibadah Islam dalam arti luas mencakup seluruh aspek keberadaan manusia. Seorang muslim tidak beribadah kepada Allah hanya dengan lisannya saja, atau anggota badannya saja, atau hatinya saja tanpa mengikutsertakan akal dan inderanya. Tetapi ia beribadat dengan semuanya ini. Dengan hatinya ia berharap dan takut, dengan lisannya dia berdzikir dan berdoa, dengan badannya ia shalat, puasa dan berjihad, dengan akalnya ia berfikir dan merenung, dan dengan inderanya ia pergunakan sesuai dengan kehendak Allah.

Syumuliyah (universalitas) Akhlak Islam

Akhlak Islam (Islmic etnic) menjangkau seluruh aspek kehidupan manusia tanpa kecuali, baik itu yang bersifat rohani maupun jasmani, intelektual atau instink, individual atau sosial, dan lain-lain.

Cakupan pembahasan akhlak Islam bisa dilihat sebagai berikut :
  1. Yang berkenaan dengan individu dalam semua seginya, seperti : kebutuhan jasmani dan keterbatasannya (Q.S Al-A’raf (7) : 31), potensi akal untuk menalar kejadian sekitarnya (Q.S Yunus (10) : 101), jiwa yang mempunyai potensi suci dan kotor (Q.S Asy-Syams (91) : 9-10).
  2. Akhlak Islam yang berkaitan dengan kehidupan keluarga, seperti : hubungan antara suami-istri (Q.S An-Nisa’ (4) : 19), hubungan dan tanggung jawab antara orang tua (Q.S Al-Israa’ (17) : 31) dan anak (Q.S Al-Ahqaaf (46) : 15), hubungan antar kerabat (Q.S An-Nahl (16) : 90 dan Q.S Al-Israa’ (17) : 26).
  3. Yang berkaitan dengan kemasyarakatan dan kenegaraan, seperti : adab bertamu (Q.S An-Nur (24) : 27) dan menerima tamu (HR. Bukhari Muslim), etika melakukan transaksi jual-beli (Q.S Al-Muthaffi (83) : 1-3) atau utang-piutang (Q.S Al-Baqarah (2) : 282), politik dan pemerintahan (Q.S An-Nisa’ (4) : 58).
  4. Yang berkaitan dengan akhlak terhadap makhluk Allah yang lain, seperti akhlak terhadap hewan (Q.S Al-An’am (6) : 38), tumbuhan dan lingkungan lainnya (Q.S Ar-Rum (30) : 41).


Wasthiyyah dan tawazun

Yang dimaksud dengan moderat atau seimbang di sini adalah keseimbangan antara dua hal yang saling berhadapan, dimana salah satu dari keduanya tidak bisa berpengaruh dengan sendirinya dengan mengabaikan yang lain. Contoh dua hal yang saling berhadapan adalah antara : ruhiyyah (spiritualisme) dengan maddiyah (materialisme), fardiyyah (individu) dengan jama’iyyah (kolektif), waqi’iyah (kontektual) dengan tathawwur (perubahan).

Penciptaan alam semesta beserta isinya adalah fenomena tawazun. Allah berfirman : “ Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran” (Q.S Al Qomar (54) : 49). “dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya” (Q.S Al-Furqan (25) : 2). “Kamu tidak akan melihat pada ciptaan Allah yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (Q.S Al-mulk (67) : 3).

Al-Wasthiyyah dalam ajaran Islam. Dalam hal keyakinan Islam, adalah agama yang bukan dianut oleh kaum khurafat (berlebih-lebihan dalam keyakinan dan ibadah sehingga mempercayai sesuatu tanpa dalil), dan bukan oleh kaum maddiyyin (yang mengingkari segala sesuatu yang tidak dapat terjangkau oleh indera), tetapi Islam mengajak berkeyakinan apabila keyakinan itu memiliki dalil yang pasti dan kuat (lihat Q.S Al-baqarah (2) : 111). Islam bukan dianut oleh kaum atheis (menafikkan Tuhan) dan bukan oleh kaum polytheis (meyakini banyak Tuhan), tetapi Islam mengajak beriman pada Tuhan Yang Satu (Esa), Yang Maha Agung, Tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan.

Dalam ibadat dan syari’at, Islam bukanlah agama yang hanya mementingkan sisi ibadat ritual dan menjauhi hal-hal yang bersifat kebutuhan manusiawi duniawi. Contoh yang sangat jelas terdapat dalam Q.S Al-Jumu’ah (62) : 9-10 : “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

Dalam sistem akhlak, Islam bukanlah agama yang menganggap manusia seperti malaikat, yang kemudian membuat aturan yang mustahil dapat dikerjakan oleh manusia, dan bukan pula menyamakan manusia dengan binatang yang kemudian membuat aturan tanpa aturan (bebas). Tetapi Islam memandang manusia sebagai makhluk yang berakal yang memiliki potensi kebinatangan (nafsu syahwat dan instink) dan potensi kemalaikatan (spiritualitas ruhani). Allah berfirman :”..dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) ke-fasikan-an (kerusakan) dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang-orang mengotorinya.” (Q.S Asy-Syams (91) : 7- 10).

Rabu, 15 Oktober 2008

Al Quran dan IPTEK

Sebagian orang yang rendah pengetahuan ke-Islamannya beranggapan bahwa Al Quran adalah sekedar kumpulan cerita-cerita kuno yang tidak mempunyai manfaat yang signifikan terhadap kehidupan modern, apalagi jika dikorelasikan dengan IPTEK saat ini.

Al Quran menurut mereka cukuplah dibaca untuk sekadar mendapatkan pahala bacaannya, tidak untuk digali kandungan ilmu di dalamnya. Apalagi untuk dapat menjawab permasalahan-parmasalahan dunia modern dan diterapkan dalam segala aspek kehidupan, hal itu adalah sesuatu yang nonsense.

Anggapan- anggapan di atas merupakan indikasi bahwa orang tersebut tidak mau berusaha untuk membuka Al Quran dan menganalisis kandungan ayat-ayatnya. Oleh karenanya, anggapan tersebut sangat keliru dan bertolak belakang dengn semangat Al Quran itu sendiri.


Bukti-bukti di bawah ini menunjukkan yang sebaliknya :
  • Bahwa wahyu yang pertama diturunkan Allah SWT kepada Nabi-Nya Muhammad SAW adalah perintah untuk membaca atau belajar (Q.S 96:1-5) dan menggunakan akal, bukan perintah untuk shalat, puasa atau zikrullah. Demikian tinggi hikmah turunnya ayat ini, menunjukkan perhatian Islam yang besar terhadap ilmu pengetahuan.
  • Bahwa Allah SWT mengangkat manusia (Adam AS) sebagai khalifah-Nya di muka bumi dan bukan para malaikat-Nya sebab adanya ilmu pengetahuan (Q.S 2:31-22). Dengan kelebihan ilmu pengetahuan itu, Allah SWT memuliakan Adam AS sehingga memerintahkan para malaikat-Nya untuk bersujud kepada Adam AS.
  • Manusia yang memiliki derajat paling tinggi di sisi Allah SWT adalah manusia yang memiliki iman dan ilmu (Q.S 58:11). Mengapa? Karena iman membawa manusia kepada ketinggian di akhirat (fi akhirati khasanah), dan ilmu membawa manusia kepada ketinggian di dunia (fid dunya khasanah).
  • Syarat manusia yang berhak diangkat menjadi pemimpin dalam Islam ada dua hal, yaitu ilmu yang tinggi dan fisik yang sehat (Q.S 2:247). Ini menunujukkan betapa tinggi penghargaan Islam kepada nilai-nilai ilmu dan nilai-nilai kesehatan.
  • Bahkan Allah SWT melarang manusia untuk melakukan suatu pekerjaan atau perbuatan tanpa memiliki ilmunya (Q.S 17:36). Artinya, bahwa Islam sangat menghargai spesialisasi dalam berbagai bidang ilmu dan menganjurkan umatnya untuk menjadi seorang yang professional sesuai dengan bidang keilmuan masing-masing (menjadi expert dalam bidangnya).

Kemunduran Umat Islam
Sejarah menunjukkan bahwa pada masa kaum Muslimin mempelajari dan melaksanakan ajaran agamanya dengan benar, maka mereka memimpin dunia dengan pakar-pakar yang menguasai dalam disiplin ilmunya masing-masing sehingga Barat pun belajar dari mereka. Baru di masa kaum muslimin meninggalkan ajaran agamanya, tergiur dengan kenikmatan duniawi, dan berpaling ke Barat, Allah SWT merendahkan dan menghinakan mereka.

Sungguh Rasulullah SAW telah memperingatkan umatnya akan hal ini, sebagaimana dalam hadisnya :
“Kelak akan datang suatu masa dimana kalian akan menjadi seperti makanan di atas piring yang dihadapi oleh orang-orang yang kelaparan. Maka para sahabat bertanya, “Apakah karena jumlah kita sedikit saat itu, ya Rasulullah? Jawab Nabi SAW, “Bahkan jumlah kalian sangat banyak. Tetapi kalian terkena penyakit “wahn”! Tanya para sahabat, “Apa itu “wahn” ya Rasulullah? Jawab Nabi Saw,”kalian cinta dunia dan takut mati”.

Sistem Penurunan Ilmu

Adapun sistem penurunan ilmu dari Allah SWT kepada manusia secara singkat dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut :


















Sumber-sumber Ilmu Pengetahuan dalam Islam
Setelah kita mengetahui betapa tinggi perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan dan betapa Allah SWT mewajibkan kepada kaum muslimin untuk belajar dan terus belajar, maka islam pun mengatur dan menggariskan kepada umatnya agar mereka menjadi umat yang terbaik (dalam ilmu pengetahuan dan dalam segala hal), agar mereka tidak salah dan tersesat, dengan memberikan bingkai sumber-sumber pengetahuan berdasarkan urutan kebenarannya sebagai berikut :

Al Quran dan As Sunnah
Allah SWT telah memerintahkan untuk menjadikan Al Quran dan As Sunnah sebagai sumber pertama ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan keduanya langsung dari sisi Allah SWT dan dalam pengawasan-Nya, sehingga terjaga dari kesalahan, dan terbebas dari segala vested interest apapun. Kewajiban mengambil ilmu dari keduanya disampaikan Allah SWT meliputi berbagai perintah untuk memikirkan ayat-ayat-Nya (Q.S 12: 1-3) dan menjadikan Nabi SAW sebagai pemimpin dalam segala hal (Q.S 33:21).

Alam semesta

Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk memikirkan alam semesta (Q.S 3: 190-192), dan mengambil berbagai hukum serta manfaat darinya. Beberapa ayat-ayat yang telah dibuktikan oleh pengetahuan modern, seperti :
  • Ayat tentang asal mula alam semesta dari kabut atau nebula (Q.S 41:11)

  • Ayat tentang urutan penciptaan (Q.S 79:28-30): Kegelapan (nebula dari kumpulan H dan He yang bergerak pelan).

  • Adanya sumber cahaya akibat medan magnetik yang menghasilkan panas radiasi termonuklir (bintang dan matahari) pembakaran atom H menjadi He lalu menjadi C lalu menjadi O baru terbentuknya benda padat dan logam seperti planet (bumi) panas turun menimbulkan kondensasi baru membentuk air baru mengakibatkan adanya kehidupan (tumbuhan).

  • Ayat bahwa bintang-bintang merupakan sumber panas yang tinggi (Q.S 86:3), matahari sebagai contoh tingkat panasnya mencapai 6000 derajat Celcius.

  • Ayat tentang ekspansi kosmos (Q.S 51:47)

  • Ayat bahwa planet berada pada sistem tata surya terdekat (sama’ad dunya) (Q.S 37:6)

  • Ayat yang membedakan antara planet sebagai pemantul cahaya (nur kaukab) dengan matahari sebagai sumber cahaya (siraj) (Q.S 71:16)

  • Ayat tentang gaya tarik antar planet (Q.S 27:88)

  • Ayat bahwa matahari dan bulan memiliki waktu orbit yang berbeda-beda (Q.S 55:5) dan garis edar sendiri-sendiri yang tetap (Q.S 36:40)

  • Ayat bahwa bumi ini bulat (kawwara-yukawwiru) dan melakukan rotasi (Q.S 39:5)

  • Ayat tentang tekanan udara rendah di angkasa (Q.S 6:125)

  • Ayat tentang akan sampainya manusia (astronaut) ke ruang angkasa (in bedakan dengan lau) dengan ilmu pengetahuan (sulthan) (Q.S 55:53)

  • Ayat tentang jenis-jenis awan, proses penciptaan hujan dan es dan salju (Q.S 24:43)

  • Ayat tentang awal kehidupan dari air (Q.S 21:30)

  • Ayat tentang angin sebagai mediasi dalam proses penyerbukan (poilen) tumbuhan (Q.S 15:22)

  • Ayat bahwa pada tumbuhan terdapat pasangan bunga jantan (etamine) dan bunga betina (ovules) yang menghasilkan perkawinan (Q.S 13:3)

  • Ayat tentang proses terjadinya air susu ibu (asi) (farst), lalu diserap oleh darah (dam), lalu ke kelenjar air susu (Q.S 16:66). Perlu dicatat bahwa system peredaran darah baru ditemukan oleh Harvey 10 abad setelah wafatnya Muhammad SAW..

  • Ayat tentang penciptaan manusia dari air mani yang merupakan campuran (Q.S 76:2). Mani merupakan campuran dari 4 tahap testiculus (membuat spermatozoid), vescules seminates (membuat cairan yang bersama mani), prostrate (pemberi warna dan bau), cooper dan mary (pemberi cairan yang melekat dan lendir)

  • Ayat bahwa zyangote dikokohkan tempatnya dalam rahim (Q.S 22:5) dengan tumbuhnya villis yang seperti akar yang menempel pada rahim.

  • Ayat tentang proses penciptaan manusia melalui mani (nutfah) zygote yang melekat (‘alaqah) segumpal daging: embryo (mudghah) dibungkus oleh tulang dalam misenhyme (‘idhama) tulang tersebut dibalut otot dan daging (lahma) (Q.S 23:14)

Diri Manusia
Allah SWT memerintahkan agar manusia memperhatikan tentang proses penciptaan, baik secara fisiologis: fisik (Q.S 86: 5) maupun psikologis jiwa manusia tersebut (Q.S 91: 7-10)

Sejarah
Allah SWT memerintahkan manusia agar melihat kebenaran wahyu-Nya melalui lembar-lembar sejarah (Q.S 12:111) jika manusia masih ragu akan kebenaran wahyu-Nya, dan masih ragu akan datangnya hari Pembalasan, maka perhatikanlah kaum Nuh, Hud, Shalih, Fir’aun, dan sebagainya, yang kesemuanya keberadannya dibenarkan dalam sejarah hingga saat ini.

Pembagian Ilmu yang Wajib Dipelajari
Islam membagi ilmu yang wajib dipelajari ke dalam dua kelompok, yaitu:
  • Fardhu ain, yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim tanpa kecuali, diantaranya: akidah, ibadah, tazkiyyah-nafs, akhlak dan lain-lain. Jika seorang muslim tidak mengetahui dan mempelajarinya, maka ia akan merugi . Kenapa? Hal ini dikarenakan ilmu ini harus dimiliki oleh setiap orang agar kehidupan pribadinya selamat di dunia dan di akhirat, dan agar kehidupan bermasyarakat pun menjadi terjaga dan berjalan dengan baik.
  • Fardhu kifayah, yaitu ilmu yang hukum wajib-Nya menjadi gugur jika sudah ada sebagian kelompok umat Islam yang telah mempelajarinya. Dalam hal ini adalah ilmu-ilmu yang bersifat keduniawian, misal: kedokteran, ilmu tanah, teknik bangunan, dan lain sebagainya.


Bukti-bukti bahwa Islam concern dengan IPTEK
  • Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 31
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!”. (Q.S 1:31)
  • Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 151
“Sebagaimana Kami telah mengutus kepadama Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan hikmah (As-Sunnah) serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (Q.S 2: 151)
  • Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 164
“Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan di dalamnya bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh, merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti”. (Q.S 2: 164).
  • Kandungan ayat :
  1. Allah telah menciptakan langit dan bumi dengan segala kekayaan alam yang sangat melimpah ruah yang takkan habis sepanjang masa ini semua untuk kesejahteraan manusia.
  2. Allah mengatur siang dan malam, menciptakan laut untuk berlayar hujan dan menumbuhkan berbagai tanaman, buah-buahan, berbagai jenis binatang, juga menciptakan angin mengatur awan, ini semua merupakan kebesaraan Allah yang tiada taranya untuk menjadi bahan perenungan bagi manusia yang telah diberi fikiran, akankah bertambah iman dan bersyukur kepada Allah?
  • Al Quran Surat Al-Baqarah ayat 269
“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugerahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”. (Q.S 3: 269).
  • Al Quran surat Al-An-am ayat 97
“Dan Dia-lah yang menjadikan bintang bagimu agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orang-orang yang mengetahui”. (Q.S 7: 97).
  • Al Quran surat Ar-Ra’d ayat 3 dan 4
“Dan Dialah yang membentangkan bumi dan Dia menjadikannya padanya gunung-gunung dan sungai, dan tiap macam buah-buahan dijadikan-Nya sepasang-sepasang. Dia menutup siang dengan malam. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (Q.S 13: 3).
“Dan di dalam bumi ada bidang-bidang tanah yang berlainan meski berdampingan, dan ada kebun-kebun anggur, dan ladangladang yang ditebari biji-biji dan pohon palma yang tumbuh dari akar tunggang atau berlainan, diairi dengan air yang sama tetapi sebagian kami jadikan lebih baik untuk dimakan dari yang lain. Perhatikanlah, sesungguhnya di dalam hal-hal tersebut terdapat tanda-tanda bagi mereka yang mengerti”. (Q.S 13: 4).
  • Al Quran surat An Nahl ayat 11 dan 12
“Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (Q.S 14:11).
“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya)”. (
Q.S 14: 12).
  • Al Quran Surat Ar Ruum ayat 22 dan 24
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang yang mengetahui”. (Q.S 21:22).
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya”. (Q.S 21:24).
  • Al Quran Surat Az Zumar ayat 9
“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhan-nya? Katakanlah! “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Q.S 23:9)
  • Al Quran surat al-Fushilat ayat 53
“Akan Kami perlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami di seluruh alam semesta dan di dalam diri mereka sendiri, sehingga menjadi jalan bagi mereka bahwa keterangan-keterangan kami itu adalah benar”. (Q.S 25:53).
  • Al Quran surat Al-Waaqiah ayat 63, 68, dan 71
“Tidakkah kamu fikirkan bibit yang kamu tanam?”.(Q.S 27: 63).
Tidakkah kamu fikirkan air yang kamu minum?”. (Q.S 27: 68).
Tidakkah kamu fikirkan api yang kami keluarkan dari batang kayu?”. (Q.S 27: 71).
  • Sabda Nabi Muhammad SAW
Artinya: “Tuntutlah ilmu itu walaupun ke negeri Cina”.
  • (Hadis Riwayat Tabrani)
Artinya: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim”.
Artinya: “Barang siapa ingin kebahagiaan dunia harus berilmu dan barang siapa yang ingin kebahagiaan akhirat harus berilmu dan siapa yang ingin bahagia dunia dan akhirat harus berilmu”.
  • (Hadis Riwayat Ibnu Abdil Bari)
Artinya: “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahat”.

Posisi AIK dalam sistem penurunan ilmu
AIK memberikan kontribusi yang penting dalam sistem penurunan ilmu, karena AIK berperan menyampaikan ajaran Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah. Dimana pokok-pokok ajaran yang terkandung di dalamnya adalah sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia agar memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Adapun pokok-pokok ajaran itu berkenaan dengan Tauhid, akhlak, hukum, masyarakat (muamalah, munakahat, dll), janji dan ancaman, dan sejarah.
Yang pada intinya untuk dapat mempelajari itu semua, diperlukan akal. Di samping itu, peranan AIIK adalah sebagai wahana keilmuan dan berakhlakul karimah.

Pentingnya (urgensi) mempelajari mata kuliah AIK
Agar dapat menjalankan syariat Islam sesuai dengan Al- Qur’an dan As Sunnah (sesuai dengan tuntunan Rasulullah). Menjelaskan pentingnya ajaran Tauhid (Ke-Esaan) Allah dan juga mengatur hubungan Allah dengan manusia (Hablumminalllah), dan juga menciptakan generasi yang intelektual yang religius.